Rabu, 13 Agustus 2008

Who is Silvia

Who is silvia? what is she,
That all our swains commend her

The Living Juliet

He jests at scars that never felt a wound
But, Soft! what light through yonder window break?
It is the east, and Juliet the sun!
Arise, fair sun, and kill the wnvious moon,
Who is already sick and pale with grief,
That thou her maid, since she is envious.

Minggu, 10 Agustus 2008

konsultasi hukum

NOTA KEBERATAN
( EKSEPSI )
Dalam Perkara Pidana Nomor : 1306/Pid.B/2008/PN.JKT.UT
Atas Nama Terdakwa :
RECKO BUKARSITO bin RAKUM HADI SUMARTO

Majelis Hakim yang kami muliakan,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,

A. PENDAHULUAN

Setelah kami Penasehat Hukum Terdakwa mempelajari dengan seksama Surat Dakwaan terhadap diri Terdakwa RECKO BUKARSITO bin RAKUM HADI SUMARTO dalam perkara pidana Nomor 1306/Pid.B/2008/PN.JKT.UT yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada hari Selasa tanggal 29 Juli 2008, maka perkenankan kami menyampaikan nota keberatan atas Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum berdasarkan Ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:
“Dalam hal terdakwa atau Penasehat Hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan untuk selanjutnya mengambil keputusan.”

Bahwa mungkin sikap Penasehat Hukum ini berlawanan dengan sikap Jaksa Penuntut Umum dalam hal penegakan hukum, namun Mr. Trapman pernah memberikan ceramah dalam Juristen Congres di Nederland tanggal 30 September 1933 tentang posisi Terdakwa, Jaksa, Penasehat Hukum dan Hakim sebagai berikut :

Terdakwa kedudukannya :
Een subjectieve beoordeling van een subjectieve positie, maksudnya kedudukan terdakwa bebas untuk mengambil sikap dalam sidang, terdakwa boleh menyangkal setiap tuduhan demi membela kepentingannya sendiri.

Penasehat Hukum sikapnya :
Een objectieve beoordeling van subjectieve positie, maksudnya sikap pembela dalam sidang harus disandarkan kepada kepentingan terdakwa akan tetapi harus tetap bersikap objektif. Artinya jika fakta persidangan menunjukkan Terdakwa tidak bersalah ia dapat meminta supaya Terdakwa dibebaskan akan tetapi jika terbukti maka ia harus mengutarakan hal-hal yang dapat meringankan hukuman.

Jaksa Penuntut Umum sikapnya:
Een subjective beoordeling van een objectieve positie, maksudnya Penuntut Umum sebagai wakil Negara harus menyandarkan sikap kepada kepentingan masyarakat dan Negara, walaupun demikian penuntut umum harus objektif artinya apabila dalam sidang tidak cukup terbukti tentang kesalahan terdakwa maka penuntut umum harus meminta supaya terdakwa dibebaskan.

Bahwa sikap tersebut ternyata pernah dilakukan oleh Jaksa Agung Ali Said, SH terhadap perkara Sengkong bin Yakin dan Karta bin Salam dalam suratnya Nomor : B-012/A-3/1/1981 tanggal 22 Januari 1981 dengan membuat kesimpulan sebagai berikut :
“Berhubung dengan hal-hal terdakwa diatas ternyata terdapat cukup alasan untuk mengadakan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Negeri Bekasi tanggal 20 Oktober 1977 No. 2/Kts/Bks/1977 dan Putusan Pengadilan Tinggi di Bandung tanggal 25 Mei 1978 No. 38/1978 maka dengan hormat kami mengajukan kesimpulan kiranya Mahkamah Agung akan menerima permohonan peninjauan kembali dan selanjutnya membatalkan putusan perkara tersebut serta mengadili kemudian menyatakan pembebasan dari segala tuduhan atas sengkong bin Yakin dan Karta bin Salam”

Hakim sikapnya :
Een objective beoordeling van een objectieve positie maksudnya segalanya harus diperhatikan oleh hakim baik dari sudut kepentingan masyarakat maupun dari sudut kepentingan terdakwa.

Bahwa sebelum menilai pokok perkaranya, apakah Terdakwa terbukti dan secara sah dan meyakinkan kami mengajak supaya sidang yang berbahagia ini menjunjung tinggi praduga asas tidak bersalah (presumption of innocent) kami juga belum yakin Terdakwa terbukti bersalah, kami berasumsi bahwa sebelum terbukti benar, Terdakwa masih dianggap tidak bersalah dalam melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum.

Bahwa dasar kami berasumsi Terdakwa tidak bersalah adalah dengan merangkum pokok permasalahan sebagai berikut :

Bagaimana mungkin Terdakwa menyuruh Ny. Erika Anas agar mencarikan orang yang bersedia berpura-pura menjadi Drs. H. Mualif Samsudin dan Ny. Alfiah Samsudin dengan telah mempertaruhkan perusahaan yang didirikan sejak tahun 1999 berdasarkan Akta pendirian Nomor : 03 tanggal 3 Juli 1999 yang dibuat dihadapan Ny. Anna Suharnadi, SH Notaris di Jakarta, jika benar demikian quod non, maka semestinya Terdakwa juga akan menggunakan nama palsu selain nama Recko Bukarsito.

Bagaimana mungkin Drs. Mualip Samsudin dan istrinya Hj. Alfiah Samsudin percaya begitu saja kepada Ny. Erika Anas alias Ny. RR Dyah Eko Setyowati, S.SOS. MM dengan menyerahkan 2 (dua) buah sertipikat Hak Milik No. 3620/Pamulang Barat atas nama Hj Alfiah Samsudin dan Nomor 3621/Pamulang Barat a.n Hj. Alfiah Samsudin beserta KTP, KK, AKte Nikah, PBB tahun 2006 IMB yang seluruhnya Asli untuk hanya untuk jaminan hutang sebesar Rp. 200.000.000,- padahal nilai kedua bidang tanah dan bangunan tersebut masing-masing menurut Nilai Jual Obyek Pajak adalah Rp. 306.520.000,- dan 447.472.000,- total kedua bidang tanah dan bangunan tersebut adalah : Rp. 753.992.000,- (tujuh ratus lima puluh tiga juta sembilan ratis sembilan puluh dua ribu rupiah) dan nilai berdasarkan penilaian (appraisal Bank Bukopin) adalah Rp. 1.827.000.000,- (satu miliar delapan ratus dua puluh tujuh juta rupiah). Mengapa tidak diberikan fotocopinya saja, begitu ada realisasi bolehlah diserahkan asli dari Sertipikat itu. Apalagi belakangan diketahui bahwa Drs. H. Mualif Samsudin adalah seorang purnawirawan polisi yang sepatutnya lebih berhati-hati dan patut menduga dua sertipikat tersebut akan disalahgunakan oleh Ny. Erika Anas.

Bagaimana mungkin Bank Bukopin beserta pejabat-pejabatnya dan dengan persyaratan kredit yang begitu kompleks, masih bisa tertipu oleh Ny. Erika Anas, Dimas dan Santi.

Bagaimana para Notaris yang membuat akta-akta dapat melayani tanpa menghadap dan tanpa menunjukkan warkah fotocopy KTP dari penghadap dan siapa yang menyangka kalau KTP tersebut adalah palsu.

Bahwa Terdakwa Recko Bukarsito justru telah ditipu oleh Ny. Erika Anas, sebagaimana Ny. Erika Anas menipu Drs. Mualif Samsudin dengan istrinya serta menipu pejabat-pejabat Bank Bukopin, menipu Notaris Ny. Muniro Salim Siregar, SH pada waktu membuat Akta Perjanjian Kredit dengan Memakai Jaminan, menipu Notaris Tuti Sumarni pada waktu membuat Akta Perubahan Anggaran Dasar PT Daya Majasindo.
Siapa yang menyangka bahwa Ny. Erika Anas beserta Dimas dan Santi dengan lihainya mampu memperdaya mereka yang kami sebutkan tadi. Sampai-sampai Terdakwa Recko Bukarsito salah menduga pada Drs. Mualif Samsudin yang asli yang sempat datang ke tempat Terdakwa untuk konfirmasi tentang dua sertipikatnya itu adalah bukan Drs. Mualif Samsudin yang sebenarnya.

Lalu mengapa Terdakwa Recko Bukarsito yang harus mempertanggungjawabkan semuanya? Apakah benar dalil Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang mengatakan bahwa Ny. Erika Anas, Dimas dan Santi (ketiganya disidangkan dalam berkas perkara terpisah). Apakah benar berkas perkara ketiga orang tersebut sudah lengkap? Apakah untuk menutupi semua itu Terdakwa Recko Bukarsito harus dikorbankan?

Bahwa kendati asumsi-asumsi tersebut masih harus dibuktikan kebenarannya, maksud dari dikemukakannya hal tersebut adalah supaya kita tidak apriori dengan mendahului keputusan pengadilan tentang kesalahan terdakwa seolah-olah terdakwa sudah divonis bersalah sejak dibacakannya Surat Dakwaan.

B. TENTANG SURAT DAKWAAN

Bahwa selanjutnya Penasehat Hukum akan menilai tentang Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dari segi syarat formil dan materiel.

Bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 143 ayat (2) dan (3) KUHAP sehingga Terdakwa tidak layak disidangkan dengan menggunakan Surat Dakwaan yang demikian.

Bahwa tentang Surat Dakwaan yang tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap menurut M Yahya Harahap mengatakan bahwa tindakan penegakan hukum yang menghadapkan terdakwa dengan surat dakwaan yang tidak jelas atau membingungkan dikualifikasikan sebagai perkosaan terhadap “hak asasi” terdakwa atas hak untuk membela diri.

Bahwa tentang Surat dakwaan menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan” Penerbit Sinar Grafika Jakarta 2003 hal. 387 : adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan;

Dikatakannya lagi bahwa Fungsi Surat Dakwaan dalam sidang Pengadilan merupakan landasan dan titik tolak pemeriksaan terdakwa. Berdasarkan rumusan surat dakwaan tersebut akan dibuktikan kesalahan terdakwa. Pemeriksaan sidang tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan.

Bahwa Pasal 143 ayat (2) KUHAP mengatur :
Penuntut Umum membuat Surat Dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi :
a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

Pasal 143 ayat (3) KUHAP mengatur :
Surat Dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum.

Mengenai syarat surat dakwaan oleh doktrin (pendapat sarjana hukum) dibedakan menjadi dua syarat yang harus dipenuhi yaitu :

Syarat Formil
- Surat dakwaan harus diberi tanggal dan ditandatangani oleh penuntut umum;
- Surat dakwaan harus memuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir jenis kelamin kebangsaan tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka.

Syarat Materiel
- Surat Dakwaan harus memuat uraian yang cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan;
- Surat dakwaan menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti)

Menurut M Yahya Harahap kekurangan syarat materiel mengakibatkan surat dakwaan batal demi hukum sedangkan kekurangan syarat formal mengakibatkan surat dakwaan dapat dibatalkan (vernietiegbaar).

Bahwa adapun uraian tentang Surat Dakwaan yang kami nilai tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap adalah sebagai berikut :

C. JAKSA PENUNTUT UMUM KELIRU DALAM MENGAJUKAN BENTUK SURAT DAKWAAN

PERTAMA
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP

-------------------------------------------- D A N--------------------------------------------

KEDUA
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP

-------------------------------------------- D A N--------------------------------------------

KETIGA
Primair
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP

Subsidair
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 6 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP

Pada dakwaan komulatif dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum apabila seorang melakukan lebih dari satu perbuatan pidana dimana perbuatan tersebut harus dianggap berdiri sendiri atau juga dapat dikatakan tidak ada kaitan satu dengan lainnya.

Misalnya seseorang didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan (pasal 338 KUHP, kemudian melakukan perbuatan melawan petugas (Pasal 214 KUHP serta membawa senjata tajam tanpa izin (Pasal 2 ayat (1) UU No. 12/Drt/1951).

Bahwa dalam perkara ini, Terdakwa didakwa melakukan tindak Pidana Penipuan (pasal 378 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, Penggelapan (Pasal 372 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan Tindak Pidana Pencucian Uang Primair Pasal 3 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Subsidair Pasal 6 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang;

Bahwa seharuanya Jaksa Penuntut Umum mengajukan Bentuk Dakwaan Pertama dan Kedua dengan bentuk alternatif bukan dalam bentuk Komulasi;
Bahwa bentuk dakwaan alternative adalah antara dakwaan yang satu dengan yang lain saling mengecualikan atau “one that substitutes for another”.

Ciri khas dakwaan alternative di antara dua dakwaan yang disusun di dalamnya menggunakan kata “atau” karena dengan kata itu salah satu dakwaan harus dipilih untuk dibuktikan baik dalam tuntutan maupun dalam putusan hakim.

M. Yahya Harahap berpendapat :
Rumusan dakwaan alternative antara isi rumusan dakwaan yang satu dengan yang lain :
- saling mengecualikan dan
- memberi pilihan kepada hakim atau pengadilan untuk menentukan dakwaan mana yang tepat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukan.

Bahwa antara Pasal 378 KUHP dengan Pasal 372 KUHP sifat perbuatannya adalah berlawanan.

Pasal 378 KUHP mengatur :
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 372 KUHP mengatur :

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Bahwa antara Pasal 378 KUHP dengan 372 KUHP pada kedua tindak pidana tersebut mempunyai sifat perbuatan yang berlawanan, pada 378 penyerahan barang tersebut dari si pemilik kepada si pelaku adalah dengan nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat ataupun rangkaian kata bohong.

Sedangkan sifat perbuatan Pasal 372 KUHP adalah penguasaan barang milik orang lain oleh si pelaku tersebut adalah bukan karena kejahatan.

Dengan demikian seharusnya dakwaan tersebut disusun dengan dakwaan alternative sebagai berikut :

PERTAMA
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP

------------------------------------------ A T A U------------------------------------------

KEDUA
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP

Bahwa Mahkamah Agung pernah memutuskan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum Jaksa Penuntut Umum merumuskan Dakwaan Komulatif padahal seharusnya menurut Mahkamah Agung lebih tepat surat dakwaan tersebut disusun secara subsidair atau alternative (vide : Putusan Mahkamah Agung No. 1052 K/Pid/1991 tanggal 25 Oktober 1993 dengan terdakwa Amaludin Hasan alias Udin);

Bahwa akibat kekeliruan Jaksa Penuntut Umum dalam menyusun surat dakwaan tersebut maka surat dakwaan tersebut menjadi tidak jelas dan tidak lengkap (obscure libel) serta membingungkan (confuse) dan terkesan menakut-nakuti terdakwa dengan dakwaan berlapis/komulatif padahal seharusnya dakwaan tersebut lebih tepat dibuat secara alternative.


D. JAKSA PENUNTUT UMUM TIDAK LENGKAP DALAM MENCANTUMKAN PASAL TINDAK PIDANA YANG DILANGGAR

Bahwa Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ada 2 (dua) ayat yaitu ayat (1) dan ayat (2);

Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

(1) Setiap orang yang dengan sengaja:
a. menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama pihak lain;
b. mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dari suatu Penyedia Jasa Keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama Pihak Lain;
c. membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;
d. menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana baik atas namanya sendiri ataupun pihak lain;
e. menitipkan harta kekayaan yang diketahuinya tau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;
f. menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah)
(2) Setiap orang yang melakukan percobaan, pe,bantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1)

Bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam Dakwaan Ketiga Primair hanya mencantumkan Pasal 3 tanpa menyebut ayat berapa apakah ayat (1) atau ayat (2) sebagaimana kami kutip:

“Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP”

Bahwa Mahkamah Agung pernah memutuskan Surat Dakwaan Jaksa Batal Demi Hukum karena Jaksa Penuntut Umum mendakwa terdakwa Kornelis Kapa Kundu dengan Pasal 242 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 KUHP tanpa menyebutkan Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP atau Pasal 55 ayat (1) ke 2 KUHP atau Pasal 55 ayat (2) KUHP (vide: Putusan Mahkamah Agung No. 296 K/pid/1987 tanggal 15 Maret 1991 dalam perkara terdakwa Kornelis Kapa Kundu) lihat pula Gatot Supramono dalam bukunya Surat dakwaan dan Putusan Hakim yang Batal demi Hukum Penerbit Djambatan Jakarta 1998 hal. 71);

Bahwa Jaksa Penuntut Umum hanya mencantumkan Pasal 3 tanpa menyebut ayat (1) atau ayat (2) Dengan demikian terbukti bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak memuat uraian yang lengkap tentang Pasal tindak pidana yang didakwakan. Yang akibatnya adalah Surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut harus dinyatakan batal demi hukum.

Demikian juga Bahwa Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ada 2 (dua) ayat yaitu ayat (1) dan ayat (2);

Pasal 6
(1) Setiap orang yang menerima atau menguasai :
a. penempatan;
b. pentransferan
c. pembayaran;
d. hibah;
e. sumbangan
f. penitipan; atau
g. penukaran
Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan tindak pidana dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah);

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi Penyedia Jasa Keuangan yang melaksanakan kewajiban pelaporan transaksi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

Sedangkan Jaksa Penuntut Umum mendakwa Terdakwa dengan Dakwaan Ketiga Subsidair
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 6 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP

Jaksa Penuntut Umum hanya mencantumkan Pasal 6 tanpa menyebut ayat (1) atau ayat (2) Dengan demikian terbukti bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak memuat uraian yang lengkap tentang Pasal tindak pidana yang didakwakan. Yang akibatnya adalah Surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut harus dinyatakan batal demi hukum.

E. PADA DAKWAAN KETIGA PRIMAIR DAN SUBSIDAIR JAKSA PENUNTUT UMUM TIDAK MENGURAIKAN DENGAN JELAS KEDUDUKAN TERDAKWA SELAKU PENGURUS YANG MEWAKILI KORPORASI.

Bahwa setelah membaca Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam Dakwaan Ketiga Primair :

“Bahwa ia terdakwa RECKO BUKARSITO bin RAKUM HADI SUMARTO baik bertindak sendiri-sendiri ataupun bersama-sama dengan NY. ERIKA ANAS alias NY. RR DYAH EKO SETYOWATI, S.SOS MM, DIMAS dan SANTI (ketiganya disidangkan dalam berkas perkara terpisah) pada waktu-waktu antara bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juli 2007 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2007, bertempat di bank BUKOPIN cabang Kelapa gading Jakarta Utara atau setidak-tidaknya ditempat-temoat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Utara, baik sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan dengan sengaja membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain, dilakukan dengan cara antara lain sebagai berikut : ……dst.

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP”

Dan dalam Dakwaan Ketiga Subsidair :
“Bahwa ia terdakwa RECKO BUKARSITO bin RAKUM HADI SUMARTO baik bertindak sendiri-sendiri ataupun bersama-sama dengan NY. ERIKA ANAS alias NY. RR DYAH EKO SETYOWATI, S.SOS MM, DIMAS dan SANTI (ketiganya disidangkan dalam berkas perkara terpisah) pada waktu-waktu antara bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juli 2007 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2007, bertempat di bank BUKOPIN cabang Kelapa gading Jakarta Utara atau setidak-tidaknya ditempat-temoat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Utara, baik sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan menerima atau menguasai penempatan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dilakukan dengan cara antara lain sebagai berikut : ……dst.

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 6 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP”

Bahwa ternyata Jaksa Penuntut Umum tidak menguraikan dengan jelas kedudukan Terdakwa selaku pengurus PT. Daya Majasindo Perdana yang mewakili korporasi dan juga tidak menjuctokan dengan Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Bahwa menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Korporasi adalah kumpulan orang dan / atau kekayaan yang teroganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

Bahwa terhadap Korporasi Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang telah mengatur bagaimana korporasi menghadap pada sidang pengadilan, pertanggungjawaban pidana bagi korporasi, dan penjatuhan pidana terhadap korporasi.

Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur:

(1) Apabila tindak pidana dilakukan oleh pengurus dan / atau kuasa pengurus atas nama korporasi, maka penjatuhan pidana dilakukan baik terhadap pengurus dan / atau kuasa pengurus maupun terhadap korporasi.
(2) Pertanggungjawaban pidana bagi pengurus korporasi dibatasi sepanjang pengurus mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi.
(3) Korporasi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap suatu tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh pengurus yang mengatasnamakan korporasi, apabila perbuatan tersebut dilakukan melalui kegiatan yang tidak termasuk dalam lingkup usahanya sebagaimana dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi yang bersangkutan.
(4) Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di sidang pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.
(5) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau tepat pengurus berkantor.

Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur :
(1) Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda, dengan ketentuan maksimum pidana denda 1/3 (satu per tiga)
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terhadap korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/atau pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuidasi.

Bahwa jika kita mempelajari berkas perkara aquo maka menurut Akta Perjanjian Kredit dengan Memakai Jaminan Nomor : 5 tanggal 24 Mei 2007 yang dibuat dihadapan Ny. Muniro Salim Siregar, SH, MKn, Notaris di Jakarta, Terdakwa Recko Bukarsito bertindak selaku debitur untuk dan atas nama PT. Daya Majasindo Perdana yang didirikan berdasarkan AKta Pendirian No. 3 tanggal 3 Juli 1999 yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia tertanggal 22 September 2006 Nomor : C-18849 HT.01.01.TH.2006.

Begitu juga berdasarkan Akta Surat Pengakuan Hutang Nomor : 6 tanggal 24 Mei 2007 yang dibuat dihadapan Ny. Muniro Salim Siregar, SH, MKn Notaris di Jakarta, Terdakwa Recko Bukarsito bertindak selaku debitur untuk dan atas nama PT. Daya Majasindo Perdana.

Bahwa rekening yang dipergunakan untuk menerima fasilitas kredit juga bukan rekening atas nama pribadi terdakwa akan tetapi rekening atas nama korporasi (PT. Daya Majasindo Perdana).

Bahwa oleh karena Terdakwa Recko Bukarsito bertindak untuk dan atas nama Korporasi incasu PT. Daya Majasindo Perdana maka seharusnya Dakwaan Jaksa Penuntut Umum menguraikan dengan jelas kedudukan Terdakwa selaku pengurus yang bertindak atas nama korporasi dan mencantumkan Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Surat Dakwaannya.

Bahwa apabila dalam Surat Dakwaan Ketiga Primair dan Subsidair dijelaskan kedudukan Terdakwa dalam Korporasi maka tentunya dalam pembelaan nanti Terdakwa dapat mengambil sikap baik selaku pengurus maupun korporasinya, karena Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang membedakan penjatuhan pidana terhadap pengurus dan atau kuasa pengurus maupun korporasi yang secara tegas diatur:
“Apabila tindak pidana dilakukan oleh pengurus dan atau kuasa pengurus atas nama korporasi, maka penjatuhan pidana dilakukan terhadap Pengurus dan atau kuasa pengurus maupun terhadap korporasi.”

Dengan demikian ada dua subyek hukum yang harus dimintakan pertanggungjawabnnya secara pidana yaitu :
1. Pengurus dan atau kuasa pengurus
2. Korporasi itu sendiri baik yang merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

Karena tidak jelas dirumuskan dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Dakwaan Ketiga Primair dan Subsidair tentang tindak pidana tersebut dilakukan bukan oleh Terdakwa akan tetapi oleh korporasi, maka sudah selayaknya Majelis Hakim Yang Mulia Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Batal Demi Hukum.

F. KESIMPULAN

Seperti telah diuraikan dalam Nota Keberatan (Eksepsi) diatas, bahwa ketentuan Pasal 143 ayat (2) dan (3) mensyaratkan bahwa Surat Dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana dilakukan, apabila ketentuan itu tidak terpenuhi maka Surat Dakwaan seperti itu dinyatakan batal demi hukum.

Seperti diuraikan diatas Surat Dakwaan Kesatu dan Kedua seharusnya disusun secara alternative bukan disusun secara komulatif, sedangkan dakwaan ketiga primair dan subsidair tidak jelas dalam menguraikan kedudukan Terdakwa apakah selaku pribadi atau selaku yang mewakili korporasi, padahal berdasarkan berkas perkara Terdakwa bertindak untuk dan atas nama PT. Daya Majasindo Perdana.

Disamping itu pula dalam Surat Dakwaan tidak lengkap dalam mencantumkan Pasal 3 dan Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Jaksa Penuntut Umum juga tidak menjuctokan dengan Pasal tindak pidana pencucian yang yang berkaitan dengan korporasi yaitu Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan, terhadap Surat Dakwaan yang demikian harus dinyatakan batal demi hukum.

G. PERMOHONAN

Berdasarkan uraian tersebut diatas kami memohon dengan segala kerendahan hati kiranya Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan mempertimbangkan Nota Keberatan ini dan selanjutnya menjatuhkan putusan sebagai berikut:

1. Mengabulkan Eksepsi Penasehat Hukum Terdakwa RECKO BUKARSITO bin RAKUM HADI SUMARTO;

2. Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum;

3. Menyatakan Terdakwa RECKO BUKARSITO bin RAKUM HADI SUMARTO tidak dapat didakwa dengan Surat Dakwaan yang batal demi hukum;

4. Memerintahkan supaya Terdakwa RECKO BUKARSITO bin RAKUM HADI SUMARTO dikeluarkan dari Rumah Tahanan Negara;

5. Membebankan biaya perkara kepada Negara;

Demikian disampaikan atas perkenan Majelis Hakim dalam menerima dan mengabulkan Nota Keberatan ini sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 5 Agustus 2008
Hormat kami
PENASEHAT HUKUM TERDAKWA


MAHMUD, SH

Senin, 24 September 2007

Mahmud Sebayang Law Firm

Anda punya masalah hukum yang tidak bisa dituntaskan
Konsultasikan masalah anda pada kami
Hubungi Mahmud Sebayang & Partners di
Jl. Taman Duta Blok UA No. 23
Plaza 1 Pondok Indah Jakarta Selatan
Email : Mahmudpartners@yahoo.co.id
Telp : 0815-9036480

Mahmud Sebayang & Partners

Mahmud Sebayang Law Firm is one of the law firms in Jakarta. Our practice focuses on complex commercial business transactions and litigation. We represent clients in major business matters regionally, nationally, and internationally. The needs of business are our primary concern.
Quality legal representation is essential for a successful business. Our goal is to provide the best legal representation available at a reasonable and fair cost to our clients. We are proud of the high legal and ethical standards that have been established by our firm and the tradition of excellence which we work to maintain.
Good legal representation comes from good people. A firm is known by its attorneys. Although we invite only the most qualified lawyers to practice in our firm, technical competence is only part of what makes a good lawyer or a quality law firm. Greatness requires depth, perspective, and service to others. Each year, our attorneys donate a significant amount of time to public issues, civic leadership and representation of the poor. We work hard to improve the quality of life for our clients, our community and our families.